A. FAKTOR FAKTOR TERJADINYA Peristiwa G30S/PKI
Gerakan 30 September atau yang sering disingkat G 30 S PKI, G-30S/PKI, Gestapu (Gerakan September Tiga Puluh), Gestok (Gerakan Satu Oktober) adalah sebuah peristiwa yang terjadi selewat malam tanggal 30 September sampai di awal 1 Oktober 1965 di mana enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha percobaan kudeta yang kemudian dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia.
D.N. Aidit sebagai ketua PKI yang terpilih pada tahun 1951, dengan cepat mulai membangun kembali Pki yang porak poranda pada tahun 1948. Usaha itu berhasil baik, sehingga pemilihan umu tahun 1955 PKI berhasil menempatkan dirinya menjadi salah satu diantara empat partai besar di Indonesia.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden – sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem “Demokrasi Terpimpin”. PKI menyambut “Demokrasi Terpimpin” Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era “Demokrasi Terpimpin”, kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha memprovokasi bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI juga menginfiltrasi polisi dan tentara denga slogan “kepentingan bersama” polisi dan “rakyat”. Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan “Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi”. Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari “sikap-sikap sektarian” kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat “massa tentara” subyek karya-karya mereka.
Kemudian, di tahun yang sama 1964, PKI sudah merasa partai terkuat yang mulai melakukan persiapakan untuk melancarkan perebutan kekuasaan. Tahun 1964 di bawah pimpinan D.N. Aidit membentuk Biro Khusus Langsung yaitu, Sjam Kamaruzaman, Pono (Soepono Marsudidjojo), dan Bono Walujo. Biro khusus ini yang aktif melakukan pematangan situasi bagi perebutan kekuasaan dan melakukan Inflitrasi ke dalam tubuh ABRI.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang bukan hak mereka atas hasutan PKI. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah. Bentrokan-bentrokan tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani berhak atas setiap tanah, tidak peduli tanah siapa pun (milik negara=milik bersama). Kemungkinan besar PKI meniru revolusi Bolsevik di Rusia, di mana di sana rakyat dan partai komunis menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada rakyat
Menjelang ahir 1965 Biro khusus PKI terus melancarkan aksinya dg melakukan pertemuan – pertemuan rahasia yang kesimpulanya akan dilaporkan kepada D.N.Aidit sebagai pimpinan tertinggi gerakan. Sjam Kamaruzaman sebagai pimpinan pelaksana, Pono (Soepono Marsudidjojo) sebagai wakil pimpinan gerakan, dan Bono sebagai pimpinan pelaksanan kegiatan yang di instruksikan untuk mengadakan persiapan-persiapan menjelang pelaksanaan kegiatan.
Bebrapa faktor terjadinya G 30 S/PKI :
-
Angkatan kelima
Pada kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai menjanjikan 100.000 pucuk senjata jenis chung, penawaran ini gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya G30S.Pada awal tahun 1965 Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran perdana mentri RRC, mempunyai ide tentang Angkatan Kelima yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Tetapi petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa curiga-mencurigai antara militer dan PKI.
-
Isu sakitnya Bung Karno
Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI melakukan tindakan tersebut.
Tahunya Aidit akan jenis sakitnya Sukarno membuktikan bahwa hal tersebut sengaja dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di masyarakat.
-
Isu masalah tanah dan bagi hasil
Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu.
Walaupun undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya.
Keributan antara PKI dan Islam (tidak hanya NU, tapi juga dengan Persis dan Muhammadiyah) itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal demikian, PKI di beberapa tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih setelah tanggal 30 September 1965 (hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta 30 September tersebut).
-
Faktor Malaysia
Negara Federasi Malaysia yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 adalah salah satu faktor penting dalam insiden ini. Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.
-
Faktor Amerika Serikat
Amerika Serikat pada waktu itu sedang terlibat dalam perang Vietnam dan berusaha sekuat tenaga agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunisme. Peranan badan intelejen Amerika Serikat (CIA) pada peristiwa ini sebatas memberikan 50 juta rupiah (uang saat itu) kepada Adam Malik dan walkie-talkie serta obat-obatan kepada tentara Indonesia. Politisi Amerika pada bulan-bulan yang menentukan ini dihadapkan pada masalah yang membingungkan karena mereka merasa ditarik oleh Sukarno ke dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia ini.
-
Faktor Ekonomi
Ekonomi masyarakat Indonesia pada waktu itu yang sangat rendah mengakibatkan dukungan rakyat kepada Soekarno (dan PKI) meluntur. Mereka tidak sepenuhnya menyetujui kebijakan “ganyang Malaysia” yang dianggap akan semakin memperparah keadaan Indonesia.
Inflasi yang mencapai 650% membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus antri beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Beberapa faktor yang berperan kenaikan harga ini adalah keputusan Suharto-Nasution untuk menaikkan gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa yang menyebabkan mereka kabur. Sebagai akibat dari inflasi tersebut, banyak rakyat Indonesia yang sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-umbian, gaplek, serta bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi lainnya; pun mereka menggunakan kain dari karung sebagai pakaian mereka.
Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab kemarahan rakyat atas pembunuhan keenam jenderal tersebut, yang berakibat adanya backlash terhadap PKI dan pembantaian orang-orang yang dituduh anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-tempat lainnya.
B. PERISTIWA MELESTUSNYA G30S/PKI
Menjelang di lancarkanya G 30 S/PKI, banyak sekali kegiatan – kegitan yang dilaksanaknya oleh Biro Khusus PKI yang telah di bentuk pada tahun 1964 dengan mengadakan beberapa kali rapat rahasia yang di ikuti oleh beberapa orang oknum ABRI. Rapat pertama 6 September 1965 yang di laksanakan rumah Kapten Wahjudi Jl. Sindanglaya 5, Jakarta, di ikuti oleh :
- Sjam Kamaruzaman
- Pono ( Soepono)
- Letnan Kolonel Untung Sutopo (Komandan Batalyon I Kawal Kehormatan Resimen Cakrabirawa)
- Kolonel A.Latief ( Komandan Brigade Infantri I Kodam V/Jaya )
- Mayor Udara Suyono ( Komandan Pasukan Pengawal Pangkalan (P3) PAU Halim )
- Mayor A.Sigit (Komandan Batalyon 203 Brigade Infantri I Kodam V/Jaya)
- Kapten Wahjudi (Komandan Kompi Artileri sasaran Udara)
Rapat ini membicarakan tentang situasi umum sebelum gerakan dan isu sakitnta Bung Karno. Selanjutnya Sjam melontarkan isu adanya Dewan jendral yaitu yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno, dan dari ABRI pun terhasut dan ikut dalam gerakan yaitu Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon 1 Resimen Cakrabirawa (pasukan pengawal Presiden).
Sejam kemudian menyampaikan instruksi Aidit untuk mengadakan gerakan mendahului kudeta Dewan Jendral. Setelah rapat pertama kemudian banyak diadakan lagi rapat-rapat selanjutnya guna membahas persiapan serangan gerakan. Diantaranya rapat ke-2 pada tanggal 9 September 1965, rapat ke-3 tanggal 13 September 1965, rapat ke-4 tanggal 15 September 1965, rapat ke-5 tanggal 17 September 1965, rapat ke-6 19 September 1965, dan rapat ke-7 tanggal 22 September 1965, ke-8 24 September 1965, ke-9 tanggal 29 September 1965.
Pada rapat-rapat setelah rapat ke -6 membahas tentang penetapan sasran gerakan bagi masing-masing pasukan yang akan bergerak menculik atau membunuh para jendral Angkatan Darat yg di beri nama pasukan Pasopati. Pasukan teritorial dengan tugas menduduki gedung RRI dan gedung Telekomunikasi di beri nama Pasukan Bimasakti kemudian pasukan yang mengkoordinasi lubang Buaya di beri nama Pasukan Gatotkaca.
Setelah persiapan terahir selasai, rapat terahir di adakan tanggal 29 September 1965 yang dilaksanakan di rumah Sjam, gerakan itu dinamakan “Gerakan 30 September” ( G 30 S/PKI atau Gestapu/PKI). Secara fisik-militer gerakan di pimpin oleh Letnan Kolonel Untung, Komandan Batalyon 1 Resimen Cakrabirawa (Pasukan Pengawal Presiden) selaku pimpinan formal seluruh gerakan. Mereka memulai gerakan dini hari 1 Oktober 1965, dan di didahului dengan penculikan enam perwira tinggi dan seorang perwira pertama Angkatan Darat.
Secara kejam mereka di bunuh dan dianiaya oleh pemuda rakyat PKI, Gerwani, dan lain nya yang kemudian jenazah mereka di masukan kedalam sumur tua yang diberi nam Lubang Buaya Pondok Gede, Jakarta dan di timbun dengan sampah dan tanah, kemudian tanggal 3 Oktober baru ditemukan.
Keenam perwira tinggi tersebut adalah :
- Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
- Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
- Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
- Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
- Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
- Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau, `\\ tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
- Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena)
- Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
- Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
Bersama dengan gerakan penculikan, mereka juga menguasai 2 buah sarana komunnikasi yang vital yaitu Studio RRI merdeka Barat, dan gedung Telekomunikasi Merdeka Selatan. Melalui RRI yang dia kuasai Kolonel Untung menyiarkan bahwa Gerakan 30 September di tujukan kepada jendral – jendral anggota Dewan Jendral yang akan mengadakan Kudeta (perebutan Kekuasan).
Hal ini membingungkan masyarakat, tapi ada hari itu juga Pangkostrad Mayor Jendral Soeharto langsung mengambil tindakan setelah mendengar kabar tersebut. Jika Panglima tetinggi Angkatan Darat Berhalangan Pangkostrad di tunjuk untuk mewakilinya. Hubungan dengan presiden Soekarno tidak bisa dilakukan dengan keyakinan bahwa G 30 S/PKI ingin merebut kekuasaan pemerintahan dengan berpegang pada Saptamarga memutuskan untuk melancarkan operasi menumpas G 30 S/PKI.
Dengan menggunakan unsur-unsur kostrad yang sedang berada di Jakarta dalam rangka parade hari ulang tahun ABRI, yaitu Batalyon 328 Kujang/Siliwangi. Batalyon 2 Kavaleri, dan Batalyon 1 Resimen Para Komando Angkatan Darat (Men Parako atau RPKAD), gerakan penumpasan di mulai.
C. PASCA PERISTIWA G 30 S/PKI
-
Penumpasan di Jakarta
Usaha penumpasan G 30 S/PKI sedapat mungkin di lakukan tanpa bentrokan senjata. Anggota pasukan Batalyon 530/Brawijaya minus 1 Kompi, berhasil di insafkan dari pemberontakan dan berhasil ditarik ke markas Kostrad di Medan Merdeka Timur. Anggota Batalyon 545/Diponegorosekitar puluk 17.00 di tarik mundur oleh pihak pemberontak ke Lanuma Halim Perdanakusuma. Sekitar pukul 19.15pasukan RPKAD sudah berhasil menduduki RRI dan Gedung Telekomunikasi dan mengamkan pemberontakan tanpa bentrokan senjata. Sementara itu pasukan-pasuka yang lain berhasil pula mengamkan pemberontakan.
Setelah diketahui bahwa pusat pemberontakan di sekitar Lanuma Halim PerdanaKusuma, langkah selanjutnya adalah membebaskan Pabgkalan Udara Halim. Banyak kejadian penting terjadi pada penumpasan G 30 S/PKI. Sekalipun peranan PKI makin terungkap sebagai dalang peristiwa G 30 S/PKI dan demonstrasi menuntut pembubaran PKI semkain memuncak, namun presiden Soekarno belum menganbil langkah-langkah ke arah penyelesainan politik daripada masalah G 30 S/PKI sebagaimana di janjikanya.
D.N Aidit dalam pelarianya, tanggal Oktober 1965 mengiri surat kepada Presiden, yang mengusulkan supaya melarang adanya pernyataan-pernyataan yangbersifat mengutuk G 30 S serta melarang adanya Tuduh menuduh serta salah menyalahkan, diharapkan amarah Rakyat terhadap PKI reda, namun aksi-aksi terus berjalan. Dalam pada itu Papelrada-Papelrada ( Penguasa Pelaksana Dwikora Daerah ) yakni Kodam, berturut-turut mebekukan PKI dan Ormas-ormasnya.
-
Penumpasan Di Jawa Tengah
Diantara pemberontakan G 30 S/PKI daerah yang paling gawat keadaannya adalah Jakarta dan Jawa Tengah.
Di Jawa Tengah dan DI. Yogyakarta, PKI melakukan pembunuhan terhadap Kolonel Katamso (Komandan Korem 072/Yogyakarta) dan Letnan Kolonel Sugiyono (Kepala Staf Korem 072/Yogyakarta). Mereka diculik PKI pada sore hari 1 Oktober 1965. Kedua perwira ini dibunuh karena secara tegas menolak berhubungan dengan Dewan Revolusi. Pemberontakan PKI ini juga terjadi di Solo, Salatiga, Klaten, Boyolali, Semarang dengan menguasai beberapa tempat penting sperti RRI dan Gedung Telekominikasi.
Jawa tengah merupakan basis PKI yang kuat, oleh karena itu Aidit memilih Jawa Tengah sebagai tempat pelariannya. Akan tetapi dengan usaha dari komando ABRI berturut-turut kota yang pernah dikuasai oleh pihak G 30 S/PKI berhasil direbut kembali. Sebelum tertangkap tanggal 22 November 1965 di Jawa Tengah, D. N Aidit mengeluarkan “Instruksi Tetap” pada tanggal 10 November 1965 yang ditujukan kepada seluruh CDB PKI seluruh Indonesia. Setelah dikeluarkan nya Instruksi Tetap Aidit gerakan pengacauan PKI mulai melemah dan pembubaran serat pembakaran Bendera PKI dialkukan.
Entah karena alasan apa kurang jelas karena Keinsafan atau taktik semata sesuai dengan Istruksi tetap Aidit. Terbukti PKI masih mendirikan SPR (Sekolah perlawanan Rakyat), KKPR (Kursus Kilat Perang Rakyat), serta menyusun Kompro-kompro (Komite Proyek) sebagai Basis menuju Camback nya PKI. Dengan pembentukan badan-badan diatas terbukti PKI juga tetap melancarkan usaha pengukuhan kembali. Tetapi penumpasan PKI di berbagai daerah tetap dilaksakan.
Misalnya di Blitar Selatan PKI menpengaruhi rakyat dengan 3T (tidak tahu, tidak mengerti, tidak kenal) dan operasi penumpasan ini diberi nama operasi Trisula dilaksakan pada tanggal 3 juli 1965 dan mengimbangi 3T dengan 3M ( Menyerah, Membantu, atau Mati) penumpasan PKI dan ormas-ormasnya pun terus-menerus dilakukan.
Penyelesaian Aspek politik sebagaimana diputuskan dslam sidang kabinet Dwikora 6 Oktober 1965 akan ditangani langsung oleh presiden Soekarno. Dan aksi penghapusan terhadap Pki terus meningkat, yang dipelopori oleh KAPPI, KAMI, KAPI, KABI, KASI, KAWI, KAGI, dan lainnya. Dan kemudian membulatkan kesatuan dalam barisan dan membentuk Front Prancasila.
Setelah lahirnya Front Pancasila tuntutan pembubaran PKI terus meningkat. Konflik politik makin menjurus dan situasi ekonomi semakin memburuk. Lalu tercetuslah Tri Tuntunan Hati Nurani Rakyat ( Tritura). Pada tanggal 12 Januari 1966 dipelopori oleh KAMI dan KAPPI, kesatuan Front Pancasial ini mendatangi gedung DPR-GR mengajajukan 3 buah Tuntutan yaitu :
- Pembubaran PKI
- Pembersihan Kabinet dari Unsur-unsur G-30-S/PKI;
- Penurunan harga/perbaikan ekonomi.
Perkembangan selanjutnya mengenai masalah tuntutan pembubaran PKI, dilaksanakan oleh Letnan Jendral Soeharto tanggal 12 maret 1966 sehari setelah menerima Surat Perintah 11 Maret (SP 11 Maret/Supersemar). Sejak itu dimulailah koreksi total atas segala penyelewengan yang dilakukan Orde Lama. Karena itu tanggal 11 maret 1966 sebagai permulaan Orde Baru.
File Download Materi
Materi | Pelajaran Sejarah |
Update | Maret 31, 2020 |
Ukuran | 448.13 KB |
Semoga Bermanfaat, Buat Siswa-Siswi …!!!
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.